Rabu, 11 Desember 2013

Review penafsiran antara pelanggaran HAM dan kejahatan HAM

       Persoalan penegakan hak asasi manusia (HAM) adalah sebuah pesoalan yang pelik dari waktu ke waktu. Maraknya bentuk pelecehan terhadap HAM menjadi salah satu isu sentral negara-negara demokrasi. Sebab prinsipnya adalah bahwa proses demokratisasi ditandai dengan dijunjung tingginya hak asasi manusia. Walaupun pada kenyataannya memang tidak ada satupun negara yang dapat mengklaim mampu menjunjung tinggi hak asasi manusia secara sempurna, termasuk negara yang dianggap pelopor dan kampiun demokrasi seperti AS. Tetapi kenyataan tersebut tidak dapat mengkebiri bahwa penegakan HAM adalah suatu prioritas utama dalam penegakan hukum dan demokratisasi. Dan hal menariknya adalah tafsiran dalam memandang pelecehan HAM yang terbagi antara pelanggaran HAM dan kejahatan HAM. Untuk efektivitas penegakan HAM tidak boleh ada tafsir bias terhadap bentuk pelecehan HAM yang dibagi menjadi dua antara pelanggaran HAM dan kejahatan HAM.


Pelanggaran HAM (human rights violation) dan kejahatan HAM (human rights crimes) memang tampak sekilas adalah sebuah terminologi yang memiliki arti yang sama sebab domain dari ruang lingkup dan pembahasannya sama. Selain itu alasan sederhananya adalah bahwa ternyata dalam perundang-undangan seperti UU Pengadilan HAM tidak spesifik dalam membedakan yang mana termasuk dalam kategori  pelanggaran HAM, dan yang mana termasuk kejahatan HAM termasuk dalam hal ini pertanggungjawaban (responcibility) terhadap bentuk pelanggaran dan kejahatan HAM. Anehnya dalam UU peradilan HAM tidak ada term kejahatan HAM yang ada adalah pelanggaran HAM berat. Pelanggaran HAM berat ini kemudian yang pada kondisi tertentu tafsirannya direposisi menjadi kejahatan HAM. Maka wajar saja misalnya kalau paradigma umum yang terbangun cenderung memandang antara kejahatan HAM dan pelanggaran HAM sama, dalam artian tidak ada unsur pembeda. Padahal sebenarnya secara sederhana bisa dibedakan bahwa pelanggaran adalah sebuah tindakan yang tidak bisa dipidana, sedang kejahatan adalah sebuah tindakan yang dapat dipidana. Tetapi faktanya bahwa sekian dari peristiwa yang terjadi di masa lalu yang menyangkut kemanusiaan apakah itu pelanggaran HAM atau kejahatan HAM sudah mengalami distorsi, sulit untuk membedakan apakah peristiwa kemanusiaan tersebut adalah pelanggaran HAM atau kejahatan HAM.

Peristiwa peculikan beberapa aktivis pasca pra reformasi dan penembakan mahasiswa trisakti adalah salah satu contoh kasus yang dipertanyakan kedudukannya, kalau peristiwa itu dipandang sebagai sebuah kejahatan HAM maka siapa yang bertanggung jawab, sebab dalam kejahatan HAM dalam hal pertanggungjawabannya adalah individu (Individual responcibility), kejahatan HAM dalam hal ini pertanggungjawabannya harus mengarah ke person, siapa yang  harus dimintai pertanggungjawaban. Tetapi seiring bergulirnya era reformasi mengenai kasus yang disinggung sebelumnya penculikan beberapa aktivis dan penembakan mahasiswa trisakti justru yang dimintai pertanggungjawaban adalah Negara. Negara yang dimaksud dalam hal ini adalah pemerintah. Sedang negara dalam persoalan ini tidak bisa dimintai pertanggungjawaban sebab merupakan suatu entitas abstrak. Negara hanya bisa dimintai pertanggungjawaban jika persoalan tersebut dikategorikan sebagai bentuk  pelanggaran HAM. Dalam hal pembahasan pelanggaran HAM diartikan sebagai suatu pelanggaran kewajiban negara yang lahir dari instrumen-instrumen deklarasi universal HAM (Universal declaration of human rights) dan segala bentuk turunan-turunannya baik dalam bentuk kovenan atau konvensi. Pelanggaran HAM oleh negara dilakukan baik dengan perbuatannya sendiri (acts of commision) maupun disebabkan karena kelalaian (acts of ommision).

            Maka salah satu langkah awal yang harus ditempuh adalah dengan memperjelas kedudukan peristiwa kemanusiaan tersebut apakah suatu peristiwa kemanusiaan termasuk dalam kategori pelanggaran HAM atau kejahatan HAM. Baru kemudian menentukan cara dalam proses penyelesaian. Kalau suatu peristiwa kemanusiaan adalah pelanggaran HAM maka sah-sah saja misalnya kalau yang dimintai pertanggungjawaban adalah negara. Negara bisa menempuh cara-cara konvensional dalam proses penyelesaiannya akan tetapi jika peristiwa tersebut adalah kejahatan HAM maka harus ada orang atau person yang bertanggungjawab atas peristiwa tersebut. Berlarut-larutnya beberapa kasus kemanusian yang tidak selesai sampai hari ini persoalannya disebabkan oleh masih kaburnya pandangan sebagian orang termasuk para sarjana hukum dalam membedakan yang mana pelanggaran HAM dan kejahatan HAM sehingga dalam proses penyelesaiannya juga salah mengambil langkah. Oleh sebab itu ke depan diharapkan penegakan HAM dari sisi yuridis harus memiliki aturan yang jelas, mulai dari kategori, pertanggungjawaban, sampai mekanisme penyelesaian. Dengan cara seperti itu sedikit banyaknya memberikan jaminan penegakan HAM sebagai bagian pemenuhan rasa keadilan dan prinsip demokrasi.