Dalam pasal 1
Ayat 1 UUD 1945 menyebutkan bahwa Indonesiaadalah sebuah Negara yang
mendeklarasikan diri sebagai sebuah Negara Kesatuan. Konsekuensi dari sebuah
Negara yang berbentuk kesatuan adalah tidak boleh ada Negara dalam Negara atau
tidak boleh ada Propinsi yang merasa dirinya bersifat “negara” (Negara Bagian)
Sebagaimana bentuk Negara bagian seperti federasi Amerika serikat. Dan seperti yang
kita ketahui bersama bahwa federasi adalah sebuah bentuk tengah, suatu bentuk
kompromistis antara konfederasi yang hubungannya tidak erat, dan Negara
kesatuan diklaim sebagai sebuah Negara yang kukuh ikatannya. Negara federal
menghendaki adanya persatuan (union) tetapi
menolak kesatuan. Negara kesatuan mutlak mengorientasikan terwujudnya Persatuan
dengan modal kesatuan. Walaupun secara historis Indonesia pernah menjadi sebuah
Negara federal tetapi lembaran sejarah yang panjang mencatat bahwa Indonesia
adalah sebuah Negara yang umumnya melegitimasi Kesatuan sebagai bentuk Negara. Dari
fakta tersebut sekarang muncul pertanyaan sederhana apakah ketika Negara ini
sejak berdirinya dihadapkan pada sebuah pilihan bentuk Negara antara Kesatuan
atau Federal, Lalu kenapa Kesatuan yang menjadi sebuah pilihan? Di mana dari pilihan
tersebut akan muncul konsekuensi yang bisa saja dampaknya sedang kita alami
seperti saat sekarang ini?
Menurut penulis
bahwa yang menjadi salah satu alasan utama kenapa para founding fathers memilih
Kesatuan sebagai sebuah bentuk Negara adalah sebab Indonesia sebagai sebuah
Negara yang terdiri dari banyak suku bangsa (Nation
State) rentan dengan ancaman perpecahan (disintegrasi). Karena Kesatuan dipahami sebagai sebuah bentuk
Negara yang cenderung mewujudkan adanya kesatuan suku bangsa (Integration) maka kesatuan menjadi
pilihan. Negara Kesatuan menjadi sebuah indikator utama untuk menghindarkan
adanya ancaman disintegrasi, karena Negara kesatuan dipandang mampu menyatukan
ikatan primordial beragam suku bangsa. Sebagai sebuah Negara suku bangsa (Nation state) ikatan primordial yang
dimaksud di dalamnya adalah Agama, suku, ras, bahasa, budaya dan adat istiadat.
Heterogenitas ini yang dipandang perlu formulasi khusus untuk mencegah riak
disintegrasi. Terus bagaimana dengan Negara federal, apakah para aktor telah
mengalami phobia federal karena
Federal dipahami sebagai sebagai sebuah bentuk Negara yang justru dipandang
mengancam keutuhan bernegara baik secara teritori maupun secara ideologi atau
dengan kata lain Federal tidak mampu mewujudkan sebuah persatuan. Dengan alasan
itu kemudian dalam pasal 37 ayat (5) UUD 1945 Mengisyaratkan bahwa mengubah
bentuk Negara kesatuan ditafsirkan sebagai sebuah tindakan separatis.
Dengan konteks
seperti itu kemudian semua usaha-usaha atau tindakan yang dianggap berorientasi
untuk mengubah bentuk Negara diharamkan. Sehingga kesannya paradigma yang
terbangun adalah bahwa Indonesia sebagai sebuah Negara Kesatuan telah sampai pada fase bentuk Negara
paripurna. Padahal kalau kita mau fair
menilai bahwa Indonesia sebagai Negara kesatuanpun dalam sejarahnya tidak
menjamin keberlangsungan integrasi (persatuan). Fakta empiris mendeskripsikan
adanya propinsi yang secara de facto dan de jure menuntut kemerdekaan penuh atau
keluar dari kedaulatan NKRI. Pergolakan separatis terus mewarnai perjalanan
Indonesia sebagai sebuah Negara kesatuan. Klimaksnya ketika timor timur melalui
jajak pendapat pada tahun 1998 telah keluar dari kedaulatan NKRI dan
mendekalarasikan kemerdekaannya. Keluarnya timor timur dari kedaulatan NKRI
tidak terlepas dari kegagalan Interpretasi Indonesia sebagai sebuah Negara kesatuan.
Ini adalah sebuah fakta yang menunjukkan bahwa bentuk Negara sebagai Negara kesatuan
tidak serta merta menjamin ketahanan nasional.
Justru ketika
dicermati nuansa integrasi jauh lebih kuat di Negara federal seperti Amerika
serikat, Malaysia, Jeman, dan lain-lainnya . Minimnya pergolakan separatis di Negara
federal dapat terukur ketika dibandingkan dengan Negara kesatuan seperti
Indonesia, Filipina dan Inggris. Dan hal
yang perlu disadari bahwa pemicu munculnya gerakan separatis adalah karena
adanya ketidakadilan. Dalam Negara kesatuan seperti di Indonesia terlihat
adanya diferensiasi antara satu daerah propinsi dengan daerah propinsi yang
lain. Ada propinsi yang tergolong ekslusif misalnya dengan adanya aturan
pemerintahan daerah yang bersifat khusus atau istimewa. Ketika aturan ini
dibangun di atas pondasi Negara kesatuan maka kesan yang muncul adalah ada
diskriminasi antara satu propinsi dengan propinsi yang lain. Misalnya ada
daerah yang kontribusinya terhadap APBN tinggi tetapi justru mendapatkan
kucuran dana yang tidak setimpal dengan kontribusinya terhadap APBN. Di kondisi
seperti ini kemudian ada propinsi yang mengajukan tawaran seperti papua
beberapa waktu yang lalu. Tawarannya adalah mengubah bentuk Negara dari
kesatuan menjadi Negara federal untuk menghilangkan diskriminasi atau papua keluar
dari kedaulatan NKRI. Ini adalah persoalan serius yang mesti di carikan jalan
keluar. Apakah dengan konteks seperti ini kita masih akan bertahan pada posisi
pro status quo ataukah misalnya mengubah bentuk Negara dari kesatuan menjadi
federal mampu menjawab rentetan persoalan besar bangsa ini? Apakah dengan cara
seperti itu mata rantai dari banyaknya permasalahan bangasa ini dapat diputus, Patut
direnungkan.