Kekonyolan
terindah dalam persfektif filsafat cinta.
“Aku ingin mencintaimu dengan sederhana seperti
dingin dengan air yang menjadikannya salju, seperti gembira dengan bibir yang
menjadikannya senyum, seperti huruf dengan makna yang menjadikannya kata,
seperti khusyuk dengan kata yang menjadikannya doa, seperti dirimu denganku
yang menjadikannya satu. ~Sapardi Djoko Damono~
Yang
kuingat hari itu hanyalah sebuah
kekonyolan, di mana saya menyuguhkan kesan pertama yang tidak normal. Serpihan
masa lalu yang sama sekali saya menginginkan sekaligus tidak kehadirannya. Kehadiran
yang tidak diinginkan adalah cara menyikapi yang membuat semuanya terlihat
konyol. Di sisi lain kehadirannya adalah
sebuah karya seni, karya seni Sang pencipta
yang dilukis dengan sebutan etika dan estetika. Etika itu sebuah sikap yang
santun dan tutur bicara yang sopan. Estetika itu seorang gadis berparas ayu
yang keelokannya dibingkai dengan hijab yang menyempurnakan keanggunannya. Ibarat
musafir di padang pasir yang tandus dengan kerongkongan kering dan kehadirannya
adalah oase jernih, tidak hanya melepas dahaga tetapi saya menyelam sampai ke
dasarnya, tidak ada pelanggaran batas halusinasi. Alam sadar tidak bisa
menciptakan situasi dibawah kendali. Mungkin saja saat itu saya mengalami disonansi
kognitif sebuah peristiwa yang biasa dialami seorang pria ketika kagum kepada
suatu objek yang kehadirannya membuat fungsi psikomotorik terganggu. Ini sebuah
deskripsi di mana saya juga hanyalah salah satu objek partikulir, sebab
peristiwa ini umumnya pernah juga dialami oleh orang lain. Tetapi bagaimanapun
penjelasannya, kekonyolan tetaplah sebuah kekonyolan dengan prinsip
identitasnya. Pendekatan rasional hanya bisa menyebutnya “Kekonyolan yang
terindah”. Istilahnya mungkin terdengar agak lebay, tetapi itulah faktanya.
Bahwa dengan kekonyolan itu pulalah yang membuat seseorang terkadang
menertawakan dirinya sendiri sekalipun ia berada di kamar mandi.
Berangkat
dari asumsi ini mungkin ada yang menarik kesimpulan bahwa cinta itu melumpuhkan
logika benar. Sebab cinta seringkali membuat kita berprilaku yang diluar dari
kebiasaan-kebiasaan normatif. Peristiwa di luar nalarpun sering melanda sang
pencinta, sampai ke titik ekstremnya. Baygon dipersepsikan seolah air putih
untuk pemuas rasa dahaga, bahkan memecahkan rekor dengan lompat dari lantai 21.
Semua peristiwa itu diasosiasikan sebagai peristiwa yang disebabkan oleh cinta,
dan itu persepsi mayoritas. Tetapi bagi penulis pada hakekatnya cinta bukanlah
suatu hal yang melumpuhkan logika karena cinta itu perbuatan Tuhan. Yang benar
adalah logika manusia yang tidak paripurna sehingga terbatas dalam
mempersepsikan cinta sebagai perbuatan Tuhan. Lalu yang menjadi pertanyaan
apakah motif kekonyolan itu juga bisa mewakili perbuatan-perbuatan Tuhan?
Jawabannya sederhana “Tergantung Niatnya”. Innamal amalu Binniat “Sesungguhnya perbuatan itu dinilai dari
niatnya”. Dan niat yang sempurna kebaikannya adalah niat yang berbanding
lurus dengan perbuatan. Tetapi kalau kekonyolan itu di sebabkan hanya sebatas
karena penilaian gelaran fisik yang sifatnya nisbi atau relative maka motifnya
jelas tidak mewakili perbuatan Tuhan. Tetapi kalau kekonyolan dalam artian
masih dalam batas toleransi tidak melanggar nilai akhlak atau menyandarkan
kecintaannya kepada sang pemilik ciptaan maka kekonyolannya sudah
bermetaformofosis menjadi motif mencintai karena kecintaannya DIA. Cinta yang
tidak hanya menyandarkan parameternya sebatas pada gelaran fisik, tapi juga
pada sifat dan perbuatannya hanya semata-mata karena Tuhan. “Ya Allah aku ingin mencintai Hamba-mu yang
menyandarkan kecintaannya kepadamu agar bertambah Kecintaanku kepada-mu”.
Penulis
terinspirasi sebuah film India atau biasa dikenal “Bollywood” Judul film
tersebut adalah Rab Ne Bana Dijodi yang diperankan oleh Shah rukh khan. Sebuah
kisah yang menceriterakan bagaimana belajar menjadi seorang pencinta sejati
dimulai dari kekonyolan-kekonyolan kecil. Sampai dalam cerita tersebut Shah
rukh khan harus berkepribadian ganda, sekilas sesuatu hal yang mustahil tetapi
mungkin terjadi. Dalam film tersebut dengan indahnya Shah rukh khan yang berperan
sebagai surinder mengungkapkan kecintaannya dengan bait yang indah “Aku
mencintaimu karena aku melihat Tuhan dalam dirimu”. Atau dari paragraph
sebelumnya ada pertanyaan apakah perbuatan Tuhan dapat diwakili dalam hal ini
yang dimaksud adalah mencintai? Mewakili dalam artian bahwa Tuhan menciptakan
manusia untuk mencintai apa yang di cintaiNya. Jadi sejatinya manusia
dilahirkan untuk bisa sampai pada kesempurnaan ketika ia bisa belajar
mencintai. Jawabannya tegas “ia”, dan yang paling di cintai Tuhan sudah pasti
kekasihNya “Muhammad SAW”. Dalam hakekat penciptaan Allah SWT mengungkapkan Kecintaannya
kepada kekasihnya Muhammad SAW dengan puisi maha Indah. “Sesungguhnya jika bukan karena engkau Muhammad tidak akan kuciptakan
alam semesta ini” (Hadits Qudsi). Maka atas seizinnya seyogianya kecintaan
kita harus diungkapkan juga dengan bahasa indah misalnya “Seandainya bukan karena engkau wahai belahan jiwaku N binti N maka aku
tidak akan diciptakan di alam semesta ini. Itulah kenapa Cinta diagungkan
sebab cinta dalam hidup ini adalah kompas sekaligus jalan itu sendiri.
Wassalam.!!~