Rabu, 21 Maret 2012

Kekonyolan terindah dalam persfektif filsafat cinta.



Kekonyolan terindah dalam persfektif filsafat cinta.
“Aku ingin mencintaimu dengan sederhana seperti dingin dengan air yang menjadikannya salju, seperti gembira dengan bibir yang menjadikannya senyum, seperti huruf dengan makna yang menjadikannya kata, seperti khusyuk dengan kata yang menjadikannya doa, seperti dirimu denganku yang menjadikannya satu. ~Sapardi Djoko Damono~
            Yang kuingat hari  itu hanyalah sebuah kekonyolan, di mana saya menyuguhkan kesan pertama yang tidak normal. Serpihan masa lalu yang sama sekali saya menginginkan sekaligus tidak kehadirannya. Kehadiran yang tidak diinginkan adalah cara menyikapi yang membuat semuanya terlihat konyol. Di sisi lain kehadirannya  adalah  sebuah karya seni, karya seni Sang pencipta yang dilukis dengan sebutan etika dan estetika. Etika itu sebuah sikap yang santun dan tutur bicara yang sopan. Estetika itu seorang gadis berparas ayu yang keelokannya dibingkai dengan hijab yang menyempurnakan keanggunannya. Ibarat musafir di padang pasir yang tandus dengan kerongkongan kering dan kehadirannya adalah oase jernih, tidak hanya melepas dahaga tetapi saya menyelam sampai ke dasarnya, tidak ada pelanggaran batas halusinasi. Alam sadar tidak bisa menciptakan situasi dibawah kendali. Mungkin saja saat itu saya mengalami disonansi kognitif sebuah peristiwa yang biasa dialami seorang pria ketika kagum kepada suatu objek yang kehadirannya membuat fungsi psikomotorik terganggu. Ini sebuah deskripsi di mana saya juga hanyalah salah satu objek partikulir, sebab peristiwa ini umumnya pernah juga dialami oleh orang lain. Tetapi bagaimanapun penjelasannya, kekonyolan tetaplah sebuah kekonyolan dengan prinsip identitasnya. Pendekatan rasional hanya bisa menyebutnya “Kekonyolan yang terindah”. Istilahnya mungkin terdengar agak lebay, tetapi itulah faktanya. Bahwa dengan kekonyolan itu pulalah yang membuat seseorang terkadang menertawakan dirinya sendiri sekalipun ia berada di kamar mandi.
Berangkat dari asumsi ini mungkin ada yang menarik kesimpulan bahwa cinta itu melumpuhkan logika benar. Sebab cinta seringkali membuat kita berprilaku yang diluar dari kebiasaan-kebiasaan normatif. Peristiwa di luar nalarpun sering melanda sang pencinta, sampai ke titik ekstremnya. Baygon dipersepsikan seolah air putih untuk pemuas rasa dahaga, bahkan memecahkan rekor dengan lompat dari lantai 21. Semua peristiwa itu diasosiasikan sebagai peristiwa yang disebabkan oleh cinta, dan itu persepsi mayoritas. Tetapi bagi penulis pada hakekatnya cinta bukanlah suatu hal yang melumpuhkan logika karena cinta itu perbuatan Tuhan. Yang benar adalah logika manusia yang tidak paripurna sehingga terbatas dalam mempersepsikan cinta sebagai perbuatan Tuhan. Lalu yang menjadi pertanyaan apakah motif kekonyolan itu juga bisa mewakili perbuatan-perbuatan Tuhan? Jawabannya sederhana “Tergantung Niatnya”. Innamal amalu Binniat “Sesungguhnya perbuatan itu dinilai dari niatnya”. Dan niat yang sempurna kebaikannya adalah niat yang berbanding lurus dengan perbuatan. Tetapi kalau kekonyolan itu di sebabkan hanya sebatas karena penilaian gelaran fisik yang sifatnya nisbi atau relative maka motifnya jelas tidak mewakili perbuatan Tuhan. Tetapi kalau kekonyolan dalam artian masih dalam batas toleransi tidak melanggar nilai akhlak atau menyandarkan kecintaannya kepada sang pemilik ciptaan maka kekonyolannya sudah bermetaformofosis menjadi motif mencintai karena kecintaannya DIA. Cinta yang tidak hanya menyandarkan parameternya sebatas pada gelaran fisik, tapi juga pada sifat dan perbuatannya hanya semata-mata karena Tuhan. “Ya Allah aku ingin mencintai Hamba-mu yang menyandarkan kecintaannya kepadamu agar bertambah Kecintaanku kepada-mu”.
Penulis terinspirasi sebuah film India atau biasa dikenal “Bollywood” Judul film tersebut adalah Rab Ne Bana Dijodi yang diperankan oleh Shah rukh khan. Sebuah kisah yang menceriterakan bagaimana belajar menjadi seorang pencinta sejati dimulai dari kekonyolan-kekonyolan kecil. Sampai dalam cerita tersebut Shah rukh khan harus berkepribadian ganda, sekilas sesuatu hal yang mustahil tetapi mungkin terjadi. Dalam film tersebut dengan indahnya Shah rukh khan yang berperan sebagai surinder mengungkapkan kecintaannya dengan bait yang indah “Aku mencintaimu karena aku melihat Tuhan dalam dirimu”. Atau dari paragraph sebelumnya ada pertanyaan apakah perbuatan Tuhan dapat diwakili dalam hal ini yang dimaksud adalah mencintai? Mewakili dalam artian bahwa Tuhan menciptakan manusia untuk mencintai apa yang di cintaiNya. Jadi sejatinya manusia dilahirkan untuk bisa sampai pada kesempurnaan ketika ia bisa belajar mencintai. Jawabannya tegas “ia”, dan yang paling di cintai Tuhan sudah pasti kekasihNya “Muhammad SAW”. Dalam hakekat penciptaan Allah SWT mengungkapkan Kecintaannya kepada kekasihnya Muhammad SAW dengan puisi maha Indah. “Sesungguhnya jika bukan karena engkau Muhammad tidak akan kuciptakan alam semesta ini” (Hadits Qudsi). Maka atas seizinnya seyogianya kecintaan kita harus diungkapkan juga dengan bahasa indah misalnya “Seandainya bukan karena engkau wahai belahan jiwaku N binti N maka aku tidak akan diciptakan di alam semesta ini. Itulah kenapa Cinta diagungkan sebab cinta dalam hidup ini adalah kompas sekaligus jalan itu sendiri. Wassalam.!!~