Kamis, 25 Agustus 2011

Mahkamah Konstitusi dalam Bingkai Ketatanegaraan Indonesia

HANS KELSEN, BAPAK KONSTITUSI DUNIA Keberadaan Mahkamah Konstitusi (MK) secara teoritis baru diperkenalkan oleh pakar hukum kenamaan asal Austria, Hans Kelsen (1881-1973). Kelsen menyatakan bahwa pelaksanaan aturan konstitusional tentang legislasi dapat secara efektif dijamin hanya jika suatu organ selain Legislatif diberikan tugas untuk menguji, apakah suatu produk hukum itu konstitusional atau inkonstitusional, dan tidak memberlakukannya jika menurut organ ini, produk badan Legislatif tersebut inkonstitusional (bertentangan dengan konstitusi).

Di Austria, pemikiran Kelsen itu mendorong dibentuknya suatu lembaga Verfassungsgerichtshoft atau Contitutional Court (MK) yang berdiri sendiri di luar Mahkamah Agung. Gagasan ini diajukan Kelsen ketika diangkat sebagai anggota lembaga pembaharu Konstitusi Austria pada tahun 1919-1920 dan gagasannya tersebut diterima dalam Konstitusi 1920 Austria. Inilah Mahkamah Konstitusi pertama di dunia. Walaupun demikian, keberadaan lembaga MK secara umum merupakan fenomena baru di dalam dunia ketatanegaraan.

DINAMIKA LAHIRNYA LEMBAGA PENGAWAL KONSTITUSI (MK) DI INDONESIALengsernya rezim otoriter Orde Baru di pertengahan tahun 1998, mendorong reformasi di berbagai sektor tak terhindarkan. Reformasi politik hingga reformasi konstitusi berbuah menjadi slogan umum yang tersepakati oleh khalayak ramai. Tak ayal perubahan (amandemen) konstitusi pun mengalami empat kali perubahan dalam satu rangkaian amandemen, sejak tahun 1999 sampai 2002.

Perubahan tersebut mengimplikasikan berbagai perubahan mendasar dalam sistem ketatanegaraan Indonesia. Termasuk terbangunya paradigma Supremasi Konstitusi (Supremacy of the constitution) yang disepakati menggantikan Supremasi Parlemen (Supremacy of parliament), sebagaimana yang diterapkan sebelumnya sebelum reformasi, dimana tongkat kekuasaan tertinggi di pegang oleh satu Lembaga Negara, yaitu Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR). Susunan Lembaga Negara pun mengalami perombakan yang sangat signifikan. Terbukti dengan lahirnya lembaga-lembaga negara yang baru, disamping ada juga yang dihilangkan. Salah satu dari sekian Lembaga Negara yang dibentuk sebagai hasil amandemen konstitusi adalah Mahkamah Konstitusi (MK).

Dibentuk pada tahun 2003, MK di desain sebagai satu-satunya lembaga yang menjadi pengawal dan penafsir Undang-Undang Dasar. Sebagaimana konsekuensi logis dengan dianutnya paradigma Supremasi Konstitusi. Kehadiran MK dalam sistem ketatanegaraan Indonesia, membuat Indonesia tercatat sebagai Negara ke-78 yang di dalam konstitusinya mengakomodir dibentuknya MK secara tersendiri, di luar Mahkamah Agung.

Gagasan pembentukan MK di Indonesia dilandasi pula upaya serius pemerintah dalam memberikan perlindungan terhadap hak-hak konstitusional warga negara dalam menegakkan konstitusi. Artinya, segala Peraturan Perundang-undangan yang dibentuk di bawahnya tidaklah boleh bertentangan dengan Hak Asasi Manusia yang telah dijamin dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 sebagai hukum dasar tertinggi.

Sesuai amanat konstitusi tersebut, MK memiliki 4 (empat) Kewenangan dan 1 (satu) Kewajiban (Pasal 24C UUD NRI 1945). Yaitu, Menguji Undang-Undang terhadap UUD NRI 1945; Memutus sengketa kewenangan antar lembaga Negara yang kewenangannya diberikan oleh UUD NRI 1945; Memutus pembubaran partai politik; dan Memutus perselisihan tentang hasil pemilihan umum. Adapun 1 (satu) kewajiban yang diembannya adalah MK wajib member putusan atas pendapat DPR mengenai dugaan pelanggaran yang dilakukan oleh Presiden dan/atau Wakil Presiden, atau yang dikenal sebagai Impeachment.

MEKANISME PENGANGKATAN HAKIM KONSTITUSIMK beranggotakan 9 (Sembilan) orang Hakim Konstitusi yang dipimpin oleh seorang Ketua dan Wakil Ketua. Mekanisme pengangkatan Hakim Konstitusi melibatkan ketiga unsur kekuasaan negara, yaitu Mahkamah Agung (Yudikatif), DPR-RI (Legislatif), dan Presiden (Eksekutif). Masing-masing mengajukan 3 (Tiga) orang Hakim yang kemudian kesembilan Hakim yang diajukan tersebut ditetapkan oleh Presiden sebagai Hakim Konstitusi dengan masa jabatan 5 tahun, dan dapat dipilih kembali untuk 1 (Satu) kali masa jabatan berikutnya.

Selain mekanisme pengangkatan Hakim Konstitusi yang melibatkan unsur Trias politika, MK juga dibentuk dengan fungsi dan peran penting untuk menjamin tidak akan ada lagi produk hukum yang keluar dari koridor konstitusi, sehingga hak-hak konstitusional warga negara terjaga, dan konstitusi itu sendiri terkawal konstitusionalitasnya. (Acc)



SUMBER REFERENSI:- Budiarti, Rita Triana, On The Record Mahfud MD Di Balik Putusan Mahkamah Konstitusi, RajaGrafindo Persada, Jakarta, 2010.- Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar