Sepak
bola adalah sebuah bahasa universal, di mana sepak bola mampu memadukan beragam
jenis perbedaan menjadi sebuah harmoni yang indah. Dalam sepak bola perbedaan suku,
agama, ras, mampu melebur menjadi satu. Ini adalah salah satu alasan kenapa
olahraga ini merupakan olahraga paling terfaforit diantara olahraga yang lain.
Bahkan di era modernisasi saat sekarang ini sepakbola telah berkembang menjadi
sebuah industry. Sepak bola tidak hanya menjadi sekadar hobi, tetapi yang punya
kemampuan mengolah sikulit bundar diatas rata-rata menjadikan sepak bola sebagai
profesi yang sangat menjanjikan. Siapa yang tidak kenal cr7, lionel messi,
david beckham, mereka adalah pesepakbola yang penghasilannya kalau dikalkulasi
mampu mencapai milyaran rupiah perhari. Adu rivalitas di level klub, mulai dari
gaji tertinggi, trophy juara, sampai penghargaan individu. Tetapi sekian dari variable
yang menarik dari sepak bola salah satu hal yang tidak boleh dilupakan adalah
ekspektasi pendukung (supporter) dari sebuah team. Supporter sebagai pemain ke
dua belas adalah salah satu faktor yang juga turut berpengaruh, dukungan
supporter mampu mengangkat moril pemain yang bertarung di lapangan hijau. Sisi
fanatisme supporter yang turut mewarnai kompetisi, ini adalah sebuah deskripsi
bahwa dalam sepak bola kompetisi tidak hanya di lapangan hijau.
Ada
cerita menarik dari Pertandingan sepak bola piala AFF CUP 2012 tadi malam yang
mempertemukan antara Indoensia vs Malaysia yang akan penulis ceriterakan. Sebelumnya
kita menelisik dulu turnamen dua tahunan ini. Kontestan dari Turnamen ini
adalah Negara Asia Tenggara, Indonesia sebagai salah satu Negara terbesar di
asia tenggara seyogyianya menjadi kiblat raksasa sepakbola di ASEAN. Melihat
peta kekuatan masing-masing Negara, kompetisi regular yang berjalan. Indonesia
sebagai salah satu Negara yang memiliki liga profesinal seharusnya mampu
memberikan kontribusi untuk membangun sebuah kekuatan timnas yang tidak
tertandingi untuk skala ASEAN. Tetapi lagi-lagi persoalan klasik, konflik elit di
internal petinggi PSSI membuat Persiapan Timnas tidak matang. Materi pemain Timnas
di huni kebanyakan pemain muda yang belum cukup pengalaman. Akan tetapi persoalan ini tidak membuat animo
masayarakat Indonesia untuk mendukung Timnas jadi turun. Jutaaan warga Negara tetap
setia untuk tetap menyaksikan setiap pertandingan tim garuda di ajang dua
tahunan ini. Penulis melihat satu gambaran bagaimana dukungan supporter yang dibingkai atan nama “Nasionalisme”.
Di mana Sebelas pemain memikul sebuah tangunng jawab untuk menjawab harapan ratusan
juta pasang mata yang turut menyaksikan pertandingan lewat layar kaca.
Penulis
adalah sekian dari jutaan warga Negara yang berharap Timnas mampu menjawab
ekspektasi public. Menyempatkan waktu bersama teman untuk nonton bareng dengan
ratusan warga kota Makassar di gedung Suzuki jalan A.p Pettarani. Di tempat ini penulis dapat menyaksikan bagaimana
Animo masyarakat terhadap sepak bola. Mulai dari anak-anak sampai orang tua,
turut hadir untuk memberikan dukungan kepada Timnas. Dan yang membuat kami tersentuh
adalah kehadiran dua ibu muda yang duduk pas di belakang kursi kami. Apa ada
yang aneh dengan ibu muda tersebut? Sampai-sampai kami saling merunduk dan berbisik
kemudian melempar senyuman. Ya Ibu muda
tersebut tengah hamil tua, ia rela berdesak-desakan, terlihat tenang walaupun
keluar suara yang besar dari hiruk pikuk penonton dan dari sound system yang besar. Mungkin
terlihat biasa bagi orang lain, tapi bagi penulis justru mengannggap itu
sebagai sebuah fenomena yang luar biasa. Ibu muda itu juga terlihat antusias
menyaksikan pertandingan, dengan beragam ekspresi apalagi saat Timnas sudah
ketinggalan dua gol, Ia diam dengan tatapan mata yang sayu. Sekali-sekali
terlihat setengah berteriak ketika Indonesia mendapatkan peluang untuk mencetak
gol, ia larut dalam atmosfer pertandingan. Menyaksikan pemandangan itu saya
bergumam dalam hati “Mudah-mudahan saja dari rahim ibu muda ini akan lahir
generasi emas sepak bola Indonesia”.
Dari cerita di atas penulis melihat
asosiasi antara sepak bola dan rasa nasionalisme sangat erat. Sepak bola bisa menjadi
sebuah pilar untuk membangun sebuah ego kebangsaan. Nasionalisme yang dimaknai
sebagai paham (ajaran) untuk mencintai
bangsa dan negara sendiri, sifat kenasionalan, “makin menjiwai bangsa
Indonesia”. Dengungan lagu
Indonesia raya yang bergemuruh sebelum pertandingan Sepak bola tidak hanya
sekadar seremoni sebelum pertandingan di mulai. Tetapi ada makna yang harus di
gali secara filosofis, bahwa Indonesia ini adalah sebuah bangsa yang besar.
Kita tidak akan membiarkan Bangsa lain untuk menginjak-injak harkat dan
martabat Indonesia sebagai bangsa yang besar. Ego kebangsaan itu diperlukan
untuk menunjukkan bahwa kita ini punya identitas, kesamaan pandangan hidup, senasib
sepenanggungan. Bukankah kita ini memang diciptakan berbangsa-bangsa supaya saling
mengenal satu sama lain?. Jadi semestinya kita harus belajar dari si kulit
bundar untuk memupuk rasa nasionalisme.
Daftar pustaka:
Detik.com
Artikata.com